Rabu, 17 Agustus 2016

KEBO MUNDAR RAJA SASAK


                        


Kegembiraan atas kemenangan Kyai Tabanan dan Kyai pacung di Jawa timur tidak berkesan lama, karena pada tahun itu juga kekuasaan baginda di pulau sumbawa digempur oleh pasukan Sultan Makassar. Kerajaan Bima yang sejak dahulu bernaung dibawah kekuasaan kerajaan Gelgel telah dirapas oleh Sultan Makassar. Dengan demikian hubungan baik antara kerajaan Bali dan Makassar yang telah diikat dengan suatu perjanjian di dalam tahun 1624 menjadi berantakan kembali. 



Dengan demikian kedudukan baginda Sri Di Madhe didalam mengemudikan pemerintahan di Bali terasa makin sulit. Kerajaan Mataram yang terletak disebelah Barat keadaannya makin lama bertambah kuat, sedangkan sultan Makassar sudah mulai memperluas daerah kekuasaan di daerah Blangbangan antara kerajaan Mataram sering terjadi, sehingga merupakan suatu persoalan yang sulit untuk diatasi. Sedangkan kekuasaan baginda dibagian Timur sudah tampak mulai goyah, dengan adanya kekuasaan Sultan Makassar di pulau sumbawa.

Maka pada suatu hari didalam tahun 1639 dikirimlah utusan kepada VOC untuk membicarakan kembali suatu perjanjian persahabatan, seperti yang pernah disarankannya 6 tahun yang lalu. Akan tetapi perjalanan utusan terebut ternyata sia-sia, karena dari pihak VOC masih mempertimbangkan permintaan baginda raja itu.

Kelemahan yang sedang menimpa kerajaan Gelgel ternyata dipergunakan oleh kerajaan Makassar untuk merongrong kekuasaannya. Didalam catatan VOC disebutkan bahwa pada tanggal 30 Oktober 1640 angkatan perang Makassar yang besar jumlahnya menggempur pulau Lombok. Orang-orang Sasak yang diserang itu mengadakan perlawanan dengan sengitnya. Terjadilah pertempuran yang hebat disitu, masing-masing pasukan mempertahankan kekuatannya. Tentara Sasak yang gagah berani itu, akhirnya dapat mengusir pasukan Sultan makasar dari pulau Lombok, dibawah pimpinan seorang rajanya yag bernama Kebo Mundar. 

Setelah angkatan perang sultan Makaar menderita kekalahan di pulau Lombok, maka Kebo Mundar lalu menyatakan tidak mengakui lagi kekuasaan baginda raja di Gelgel. Mungkin kemenangan yang telah dicapainya melawan Sultan Makassar itu membangkitkan kepercayaananya untuk membebaskan pulau lombok dari kekuasaan pemeritnahan di Bali.

Peryataan Kebo Mundar yang demikian itu dianggap oleh pemerintah kerajaan di Gelgel sebagai suatu pemberontakan, maka baginda Sri Di Madhe menitahkan Kyai Tabaan untuk menumpasnya. Selanjutnya didalam kitab yang bernama “Babad Tabanan” menjelaskan, bahwa didalam penyerangan itu Kyai Tabanan mendaratkan pasukan yang berkekuatan ± 100.000 0rang. Pasukan Bali yang demikian besar jumlahnya itu melakukan penyerangan dengan hebatnya, terhadap kekuasaan Kebo Mundar. Setelahrajanya gugur didalam pertempuran, maka orang-orang Sasak takluk lagi dibawah kekuasaan baginda raja di Gelgel. Kemenangan Kyai Tabanan di pulau Lombok itu mendapat penghargaan dan pujian dari baginda Sri Di Madhe. Dua buahkitab syair yang berjudul “Susumbung parwasari”, dan “Tabanan Sari” seperti yang termuat di dala kitab Kidung Pemencangah, adalah suatu pujian tehradap kegagahan dan keberanian Kyai Tabanan.

Sesudah Sri Baginda berhasil mengadakan penumpasan di Pulau Lombok di dalam tahun 1640, maka kekuasaan baginda di Jawa timur dirampas lagi oleh angkatan perang dari kerajaan Mataram.
Hal itu disebutkan didalam sebuah kitab yang bernama “Babad Tabanan”. Kitab itu antara lain menceritakan bahwa untuk membebaskan kekuasaan baginda di Jawa timur dikirimlah angakatan perang dari Bali yang dipimpin oleh 2 orang anak Kyai Tabanan. Kedua anak tersebut masing-masing bernama :

Gusti Wayan Pamadekan alias Gusti Raka dan Gusti Made Pamadekan alias Gusti Rai.
Mereka dibantu oleh Kyai Pacung yang sudah banyak berpengalaman di medan pertempuran. Di dalam pertempuran itu ternyata angkatan perang Mataram jauh lebih kuat, sehingga pasukan bali menderita kekalahan. Gusti Wayan Pamadekan dapat digtawan disana, sedangkan adiknya yang bernama Gusgti Made Pamadekan dapat meloloskan dirinya bersama-sama Kiyai pacung. Mereka tiba dengan selamat di Bali beserta dengan beberapa anak buahnya. Peristiwa itu terjadi didalam tahun 1641, seperti termuat didalam pemberitaan VOC. Yang berkedudukan di Jepara (Jawa Tengah). 

Kekalahan angkatan perang dari kerajaan Gelgel di Blangbangan itu, menunjukkan suatu kemunduran yang sedang dialami oleh suatu kerajaanyang pernah jaya. Kesempatan yang baik itu dipergunakan oleh kerajaan Sumbawa untuk menggempur pulau Lombok. Penyerbuan secara besar-besaran dari kerajaan Sumbawa itu, dibantu pula oleh angkatan perang dari kerajaan Makasar, sehingga angkatan perang Bali yang menguasai Lombok Timur terpaksa mengundurkan diri sampai ke Lombok Barat. Disitulah mereka berkumpul sambil mempertahankan kekuasannya. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 14 Oktober 1641, seperti tersebut didalam catatan harian VOC.