SEJARAH CAKRANEGARA LOMBOK
(Versi Gelgel Klungkung Bali )
Pada masa pemerintahan Dalem Watu Renggong (abad XV), kerajaan Gelgel di
pulau Bali mengalami puncak kebesaran. Daerah kekuasaannya sampai di
luar pulau Bali meliputi : Lombok, Sumbawa, dan Blambangan.Setelah Dalem Watu Renggong meninggal, ia digantikan oleh dua orang
putranya yang belum dewasa, yaitu yang sulung bernama I Dewa Pemayun,
kemudian setelah di angkat menjadi raja bergelar Dalem Bekung dan yang
lebih kecil bernama I Dewa Anom Saganing, bergelar Dalem Saganing.
Karena umurnya masih muda, dalam menyelenggarakan pemerintahannya,
mereka di dampingi oleh lima orang yaitu : I Dewa Gedong Arta, I Dewa
Anggungan, I Dewa Nusa, I Dewa Bangli, dan I Dewa Pasedangan. Mereka
adalah putra dari I Dewa Tegal Besung, adik dari Dalem Watu Renggong.
Jabatan patih agung pada saat itu di pegang oleh I Gusti Arya
Batanjeruk, dan semua kebijakan pemerintahan ada di tangan patih agung
Batanjeruk. Situasi seperti ini lama kelamaan menimbulkan ketidak puasan
dikalangan pejabat kerajaan. Tampaknya gelagat Batanjeruk untuk
mengambil alih kekuasaan dari tangan kedua raja yang masih muda itu
telah di ketahui oleh penasehat raja Dang Hyang Astapaka. Penasehat raja
ini telah menasehati Batanjeruk agar tidak melakukan hal yang
membahayakan, karena pengikut raja cukup kuat. Namun, nasehat Dang Hyang
Astapaka itu tidak di hiraukan oleh Batanjeruk sehingga ia meninggalkan
istana kerajaan Gelgel menuju kesebuah desa bernama Budakeling yang
terletak di daerah Karangasem Bali.
Pada tahun 1556, terjadilah
kekacauan di kerajaan Gelgel. Patih Agung Batanjeruk dan salah seorang
pendamping raja yaitu I Dewa Anggungan mengadakan perebutan kekuasaan.
Pasukan kerajaan Gelgel dapat melumpuhkan pasukan Batanjeruk. Akhirnya
Batanjeruk melarikan diri ke Desa Bungaya, masih dalam wilayah
Karangasem dan ditempat itulah ia di bunuh oleh pasukan Gelgel pada
tahun 1556.
istri dan anak angkatnya yang bernama I Gusti Oka dapat menyelamatkan
diri, mengungsi dikediaman Dang Hyang Astapaka di Budakeling, sedangkan
para keluarga lainnya ada yang menetap di Batuaya Karangasem. Setelah
berlangsung beberapa lama dari meninggalnya Batanjeruk, I Dewa
Karangamla tertarik kepada janda Batanjeruk yang pada saat itu tinggal
di kediaman Dang Hyang Astapaka. Ia ingin meminang sang janda, namun
atas nasehat Dang Hyang Astapaka kepada sang janda agar mengajukan
suatu syarat yaitu setelah perkawinannya berlangsung agar I Dewa
Karangamla mau mengangkat putranya menjadi penguasa di Karangasem. I
Dewa Karangamla setuju. Akhirnya putra yang bernama I Gusti Oka dapat
berkuasa di Kerajaan Karangasem. dan mulai saat itulah kekuasaan di
Kerajaan karangasem di pegang oleh dinasti Batanjeruk.I Gusti Oka
atau di kenal juga dengan sebutan pangeran Oka mempunyai tiga orang
istri. Salah satu putranya dari istri yang tertua melanjutkan
pemerintahan di kerajaan Karangasem yang bernama I Gusti Anglurah Ketut
Karang, disebutkan sebagai raja Karangasem ke III. Kerajaan Karangasem
ke III inilah mulai tanpak pengaturan wilayah kerajaan, yaitu dengan
didirikan puri Amlaraja yang kemudian bernama puri klodan.
Ketika I
Gusti Anglurah Ketut karang mengalami masa pemerintahannya, ia
menyerahkan kekuasaan kepada ketiga putranya yang laki-laki untuk
memerintah bersama-sama. Sistim pemerintahan secara kolektif seperti ini
merupakan hal yang lazim berlaku di kalangan kerajaan Karangasem Bali,
di bawah pemerintahan merekalah kerajaan Karangasem Bali semakin
menanjak. Beberapa faktor penting yang menyebabkan kalangan kerajaan
Karangasem Bali semakin meluas : Pertama, kerajaan Gelgel sebagai
pusat pemerintahan di Bali yang pada masa pemerintahan Dalem Dimade
mengalami kemerosotan. Banyak wilayah kekuasaannya di luar Bali
mengembangkan diri, sedangkan situasi di dalam negeri terpecah belah.
Kedua, situasi politik di Bali antara tahun 1650-1686 memberikan
kesempatan kepada kerajaan-kerajaan yang sebelumnya menjadi taklukkan
(vazal), membebaskan diri dari kekuasaan raja tertinggi (sesuhunan) yang
kerajaannya pindah dari Gelgel ke Klungkung.
Kerajaan Karangasem di Bali mengembangkan kekuasaannya ke arah timur
yaitu Pulau Lombok pada tahun 1691, dan membantu kerajaan Buleleng
menaklukkan Blambangan pada tahun 1697.
Ketiga, kekuatan spiritual yang bersumber pada kualitas Supernatural
seorang pemimpin, merupakan tipe-tipe kekuasaan yang kharismatik, yaitu
kepercayaan yang mengembangkan ketentuan raja sebagai Dewa. Hal ini
merupakan suatu keunikan yang dimiliki oleh ketentuan raja-raja di
kerajaan Karangasem sehingga dapat membawa kerajaan Karangasem ke puncak
kebesarannya, dan menjadikan sebuah kerajaan yang terkuat, terutama di
Bali dan Lombok Selama
masa pemerintahan Raja Karangasem ke IV (sekitar tahun 1680-1705) yang
di perintah oleh tiga orang bersaudara itu, tidak banyak hal yang di
ketahui kecuali penaklukan atas pulau Lombok yang dipimpin oleh I Gusti
Anglurah Ketut Karangasem.
Seperti
telah disebutkan di atas, pada masa pemerintahan raja Karangasem ke IV,
yang di perintah oleh tiga orang bersaudara yaitu I Gusti Anglurah
Wayan Karangasem, I Gusti Anglurah Nengah Karangasem, dan I Gusti
Anglurah Ketut Karangasem telah berhasil meluaskan kekuasaan ke pulau
Lombok pada tahun 1691. De Graaf berpendapat bahwa jatuhnya kerajaan
Gelgel hampir bersamaan dengan bangkitnya kerajaan Karangasem Bali dan
dikuasainya pulau Lombok.
situasi politik di pulau Lombok pada saat itu juga memberikan peluang
besar kepada kerajaan Karangasem di Bali untuk menanamkan kekuasaannya
di pulau ini.
Hubungan politik antara Bali dan Lombok di lanjutkan
oleh kerajaan Karangasem di Bali dengan dua kerajaan besar yang ada di
pulau Lombok pada abad XVII, yaitu kerajaan Selaparang di Lombok Timur
sebagai kerajaan Pesisir, dan kerajaan Pejanggih di Lombok Tengah
sebagai kerajaan Pedalaman. Hubungan ini dimulai ketika kedua kerajaan
tersebut, menjalani kekacauan sehingga situasi itu dimanfaatkan oleh
kerajaan Karangasem di Bali untuk mengadakan intervensi.
Ada beberapa versi tentang munculnya kerajaan-kerajaan Hindu Bali yang ada di pulau Lombok, antara lain :
Versi
Pertama, menurut Babad Lombok intervensi ini bermula dari adanya
konflik antara Patih Banjar Getas dengan raja Selaparang. Raja
Selaparang mengutus patih Banjar Getas pergi ke Bali untuk mencari
kijang putih (mayang putih) yang dipakai sebagai obat. Setelah patih
Banjar Getas pergi ke Bali, raja menyuruh panggil istri Banjar Getas,
yang bernama Dyah Candra Kusuma ke Istana untuk di peristri. Setelah
patih Banjar Getas kembali, ia sadar bahwa dirinya telah ditipu. Karena
itulah ia berontak terhadap raja Selaparang dan minta bantuan kepada
kerajaan Karangasem di Bali. akhirnya kerajaan Selaparang dan Pejanggik
dapat di taklukkan oleh kerajaan Karangasem Bali.
Versi
Kedua, menurut Babad Selaparang di sebutkan bahwa raja Selaparang minta
bantuan raja Banjarmasin sehingga akhirnya patih Banjar Getas melarikan
diri ke kerajaan Pejanggik. Karena kecerdasannya ia di anggkat menjadi
adipati oleh raja Pejanggik Pemban Mas Meraja Sakti. Hal ini
menyebabkan hubungan Selaparang dan Pejanggik menjadi retak. Ketika
patih Banjar Getas mengabdi di kerajaan Pejanggik, terjadilah
perselisihan antara patih Banjar Getas dengan istri yang keduanya,
bernama Dene Bini Lala Junti, sehingga pada akhirnya diusir. Dengan hati
yang sedih ia pergi ke hutan Memelak (sebelah utara kota Praya
sekarang), kemudian dari tempat itu ia berlayar ke pulau Bali. Setelah
ia sampai di Karangasem Bali, ia menceritakan kepada raja Karangasem
tentang kekalahannya melawan raja Selaparang, dan memohon bantuan raja
Karangasem. sejak itulah kerajaan Karangasem berangsur-angsur
menaklukkan kerajaan di pulau Lombok.
Versi
Ketiga, sumber lain menyebutkan bahwa ketika raja Pejanggik mengutus
Arya Banjar Getas pergi menghadap raja Klungkung dan Karangasem di Bali,
raja Pejanggik jatuh cinta kepada istri Arya Banjar Getas yang bernama
Dene Bini Lala Junti. Sekembalinya dari pulau Bali Arya Banjar Getas
mendengar cerita tentang istrinya itu, sehingga timbul keinginan untuk
menantang raja Pejanggik, sesudah ia kalah menghadapi kekuatan laskar
Pejanggik, ia minta bantuan kepada raja Karangasem di Bali. itulah
sebabnya kerajaan Karangasem mengadakan hubungan politik dengan kerajaan
Pejanggik di Lombok. Hubungan ini di perkirakan mulai tahun 1692 M
Versi
Keempat, dalam Pelelintih Sira Arya Getas di sebutkan bahwa pada masa
pemerintahan raja Sri Kresna Kepakisan, raja ini mengutus Arya Getas
menyerang raja Selaparang di pulau Lombok. berkat keberanian dan
ketangkasannya, kerajaan Selaparang dapat di taklukkan, dan Arya Getas
di suruh menetap di Praya Lombok Tengah .
Sumber
itu juga menyebutkan bahwa Arya Getas berputra tiga orang laki-laki,
yaitu I Gusti Ngurah Praya, I Gusti Warung Getas, dan I Gusti Mangedeb
We Anyar. Setelah berselang empat keturunan, yaitu pada masa
pemerintahan Dalem Dimade di Bali (tahun 1621-1651), salah seorang
keturunan Arya getas hanyut di laut dan terdampar di Lombok Timur dekat
Pringgabaya. Anak yang hanyut itu kemudian dipelihara oleh Datu
Pejanggik dan diberi nama Raden Banjar, karena di perkirakan anak
tersebut adalah anak seorang pelaut dari Banjarmasin. Sesudah Raden
Banjar menanjak dewasa, ia terkenal dengan nama panggilan Banjar Getas
dan berkat jasa-jasanya ia diberi gelar Raden Kertapati. Ia kawin dengan
Dende Mas Kuning, timbulnya perselisihan antara Banjar Getas dengan raja Pejanggik
sehingga minta bantuan kerajaan Karangasem di Bali. Pada saat itu raja
I Gusti Anglurah Ketut Karangasem memimpin langsung keberangkatannya ke
pulau Lombok. Banjar Getas yang juga di kenal dengan julukan Dipating
Laga segera menyambut kedatangan pasukan Karangasem dan menceritakan
mengenai dirinya, bahwa ia adalah keturunan Arya Gajah Para dari Tianyar
Karangasem Bali. Situasi menjadi terbalik, pasukan kerajaan Karangasem
memihak kepada Dipating Laga melawan Pejanggik, dan berakhir dengan
kekalahan di pihak Pejanggik. Mulai saat itu kekuasaan Karangasem
melebarkan sayapnya ke pulau Lombok.
Versi Kelima, menurut Babad
Banjar Getas disebutkan bahwa Banjar Getas adalah seorang pengembara
yang berasal dari Majapahit Jawa Timur. Menurut babad ini, ia adalah
keturunan Prabu Kaisari. Ia melarikan diri ke Lombok beserta 40 orang
pengiring, karena ia merasa malu tidak dapat memenuhi titah rajanya,
yaitu Kencana Wungu, untuk membunuh Menak Jingga. Setelah berbagai
pengalaman yang di alaminya di kerajaan Selaparang, akhirnya ia
menghambakan diri di kerajaan Pejanggik, pada raja Dewa Mas Panji.
Berkat kepandaiannya ia sangat berpengaruh di kerajaan Pejanggik
sehingga menimbulkan ke kekhawatiran para pembesar kerajaan. Inilah yang
menyebabkan kerajaan Pejanggik minta bantuan kepada kerajaan Karangasem
di Bali untuk membunuh Banjar Getas. Ternyata kemudian raja Karangasem
Bali memihak kepada Banjar Getas melawan kerajaan Pejanggik. Setelah
Pejanggik dapat ditaklukkan, raja Karangasem dan Banjar Getas membagi
wilayah kekuasaan di pulau Lombok, karajaan Karangasem Bali menguasai
Lombok di bagian Barat, sedangkan Banjar Getas mendapat wilayah Lombok
di bagian tengah dan timur.
Pada
wilayah kekuasaan kerajaan Karangasem Bali di pulau Lombok bagian
barat, telah berdiri beberapa kerajaan-kerajaan kecil di bawah
penguasa-penguasa bangsawan Karangasem Bali. Kerajaan-kerajaan kecil
tersebut antara lain : kerajaan Pagesangan, kerajaan Kediri, kerajaan
Sengkongo`, kerajaan Pagutan, kerajaan Mataram, dan kerajaan Singasari.
Setelah adanya penaklukan terhadap pulau Lombok pada tahun 1692 M sampai
tahun 1740 M, di lokasi kerajaan yang dahulunya disebut Singasari inilah
diganti namanya menjadi kerajaan Karangasem Sasak, dan kerajaan ini
akan menjadi cikal bakal kerajaan Cakranegara.
Pada tahun 1740 itu diperkirakan seluruh Lombok sudah dapat di kuasai oleh kerajaan karangasem Bali.
pendapat ini diperkuat oleh suatu informasi yang menyebutkan bahwa di
beberapa daerah seperti Pejanggik, Purwa, dan Langko diharuskan membayar
upeti dengan uang, daerah Sokong dan Bayan di kenakan upeti kapas,
sedangkan daearah Praya, dan Batu Kliang di kenakan upeti darah (upeti
getih) yaitu tidak membayar upeti dalam bentuk material melainkan
apabila terjadi perang mereka harus membantu. Hal tersebut diperkirakan
sudah berlangsung sejak tahun 1740.
Dibawah
pemerintahan Karangasem Bali, kekuatan politik bukan lagi berada di
Lombok Timur, melainkan di pusatkan di Lombok Barat. Pada tahun 1741
raja Karangasem Bali menempatkan seorang penguasa I Gusti Wayan Tegeh
yang berkedudukan di Tanjungkarang
(sebelah selatan Ampenan sekarang atau berada disebelah barat kerajaan
Pagesangan). Pada masa pemerintahannya ia berhasil memperkuat kedudukan
Karangasem Sasak di pulau Lombok. di bawah perlindungan kerajaan
Karangasem Bali, ia melakukan kegiatan dalam bidang perpajakan dan
perdagangan. Setelah ia meninggal pada tahun 1775, ia digantikan oleh
kedua putranya, yaitu I Gusti Made Karang yang di sebut dengan nama I
Gusti Ngurah Made berdiam di Tanjungkarang, dan I Gusti Ketut Karang
bertempat tinggal di Pagesangan. Kematian I Wayan Tegeh ternyata
menimbulkan perpecahan, karena pengganti-penggantinya itu saling berebut
kekuasaan. Konflik ini masih berlangsung sampai permulaan abad XIX dan
bersamaan dengan munculnya dua kerajaan kecil lainnya yaitu kerajaan
Sakra di Lombok Timur, dan kerajaan Kopang ada di Lombok Tengah.
Sejak
meninggalnya I Gusti Wayan Tegeh pada tahun 1775, Tanjungkarang tidak
lagi memegang peranan penting dan digantikan oleh munculnya kerajaan
Karangasem sasak yang sejak tahun 1720 telah berada di bawah
pemerintahan I Gusti Anglurah Made Karangasem, Dewata di Pesaren Anyar
Bali. Tidak banyak yang dapat di ketahui tentang kegiatannya, namun
dalam struktur pemerintahan kerajaan Karangasem Sasak di Lombok ia
menempati status yang paling tinggi yaitu sebagai wakil (koordinator)
kerajaan Karangasem di pulau Bali. pada saat itu raja Mataram berstatus
sebagai Patih, sedangkan raja-raja kecil lainnya seperti kerajaan
Pagutan, Pagesangan, Sengkongo`, dan kerajaan Kediri memiliki status
sebagai manca .
Semua penguasa di masing-masing kerajaan itu masih mempunyai hubungan
kekeluargaan. Untuk menjaga persatuan dan kesatuan diantara mereka, maka
pada tahun 1720 kerajaan Karangasem Sasak di Lombok membangun sebuah
pura yang megah sebagai tempat persembahyangan, yaitu pura Meru di
Cakranegara Lombok sekarang .
Raja
I Gusti Anglurah Made Karangasem yang kemudian setelah meninggal di
sebut Dewata di Karangasem Sasak, mempunyai dua orang istri dan sepuluh
orang anak. Diantara anaknya itu ada yang bernama Ratu Ngurah Made
Karangasem, yang menggantikannya sebagai raja di kerajaan Karangasem
Sasak. Dia kawin dengan saudara sepupunya yaitu putri dari raja
Karangasem Bali, bernama I Gusti Ayu Agung.
Pada masa pemerintahannya, kerajaan Karangasem Sasak kekuasaannya
semakin besar, beberapa kerajaan kecil seperti kerajaan Sengkongo`, dan
kerajaan Kediri pada tahun 1804 ada dibawah kekuasaannya.
Kerajaan
Karangasem Sasak Lombok yang dipimpin oleh Ratu Ngurah Made Karangasem
ternyata keadaannya makin kuat dan mapan. Oleh karena itu berusaha
melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan Karangasem di pulau Bali
. sementara itu melihat kekuasaan dari raja Karangasem Sasak, yang
dapat menguasai seluruh Lombok. I Gusti Lanang Paguyangan (raja
Karangasem di Bali pada waktu itu) berusaha menjatuhkan kerajaan
Karangasem Sasak Lombok dengan jalan membesar-besarkan berita bahwa
perkawinan raja Karangasem Sasak dengan I Gusti Ayu Agung tidak sah.
Hal ini dipakai alasan dalam membujuk raja Mataram Lombok I Gusti
Ngurah Ketut Karangasem agar mau menyerang kerajaan Karangasem Sasak.
Pada
tahun 1835 raja Karangasem Sasak Ratu Ngurah Made Karangasem meninggal,
kemudian digantikan oleh putranya Ratu Gusti Ngurah Panji yang kemudian
bergelar I Gusti Ngurah Made Karangasem, dibawah pemerintahannya
konflik antara kerajaan Karangasem Sasak dengan kerajaan Mataram semakin
tajam, oleh adanya campur tangan dua orang pedagang asing yaitu Mads
Lange dari Denmark dan George Morgan King dari Inggris. Mads Lange
menjalankan usahanya di pelabuhan Tanjungkarang sedangkan King di
pelabuhan Ampenan.. kedua pedagang ini diijinkan oleh raja kerajaan
Karangasem Sasak untuk menjalankan usahanya. George Morgan King
berambisi sekali untuk mendapatkan monopoli perdagangan di Lombok,
sehingga menimbulkan konflik dengan syahbandar Cina di Ampenan. Akhirnya
pada tahun 1836 dia diusir dari Ampenan oleh raja Karangasem Sasak
sehingga ia pindah ke Kuta Bali. Di Kuta ia tinggal hanya beberapa bulan
saja, kemudian dia datang lagi ke Ampenan dan minta perlindungan raja
Mataram I Gusti Ngurah Ketut Karangasem. Rupanya pedagang asing itu
memanfaatkan sekali situasi konflik antara dua kerajaan tersebut untuk
meraih keuntungan, terutama dalam perdagangan senjata, mesiu, dan
alat-alat perang lainnya.
Pada
bulan Januari 1838 pecahlah perang antara kerajaan Karangasem Sasak
melawan kerajaan Mataram. Perang itu meletus di sebabkan oleh pertikaian
masalah air antara desa Kateng (wilayah Lombok Tengah bagian selatan)
yang ada di bawah kekuasaan kerajaan Karangasem sasak dengan desa
Penujak (juga wilayah Lombok Tengah bagian selatan) yang berada di bawah
kekuasaan kerajaan Mataram. Raja Mataram I Gusti Ngurah Ketut
Karangasem menyatakan perang karena kerajaan Karangasem Sasak mengambil
desa Penujak dan daerah sekitarnya ke dalam wilayahnya.
Pada mulanya
Karangasem Sasak lebih kuat di banding dengan Mataram, namun kemudian
keadaannya menjadi berubah kerajaan Mataram berangsur-angsur bertambah
kuat berkat datangnya bantuan dari Karangasem di Bali. Demikian juga
King membantu Mataram dengan kapalnya mengangkut senjata yang dibeli
dari Singapura dan pasukan sekitar sepuluh ribu orang yang didatangkan
dari Karangasem.
Akhirnya
pada pertengahan tahun 1838 raja Mataram I Gusti Ngurah Ketut
Karangasem tewas. Pasukan Mataram terus mengepung istana kerajaan
Karangasem Sasak sehingga raja Karangasem Sasak I Gusti Ngurah Made
Karangasem melakukan perang habis-habisan, yaitu puputan bersama lebih
kurang tiga ratus orang termasuk keluarganya, kecuali dua orang anaknya
laki-laki berumur 10 tahun dapat di selamatkan
. setelah kerajaan Mataram menang melawan kerajaan Karangasem Sasak.
Raja Mataram I Gusti Ngurah Ketut Karangasem yang langsung menggantikan
ayahnya yang gugur, dan mengangkat Ida Ratu menjadi raja di Karangasem
Sasak dengan gelar I Gusti Ngurah Made karangasem.
Menjelang akhir
tahun 1838 raja Mataram I Gusti Ngurah Ketut Karangasem memindahkan
Ibukota kerajaannya ke wilayah kerajaan Karangasem Sasak Lombok,
kemudian beberapa tahun kemudian bekas ibukota Karangasem Sasak selesai
dibina, dan tahun 1866 diganti namanya menjadi kerajaan Cakranegara.
Cakra menurut bahasa sansekerta berarti lingkaran atau bundaran, dan
Negara adalah kota, hunian, atau negeri. Jadi Cakranegara berarti kota
hunian yang bundar melingkar.
Masa dari tahun 1866 sampai 1900 pemerintahan Cakranegara tumbuh subur dan makmur
walaupun pada waktu itu ada beberapa kekacauan seperti terjadi
perselisihan-perselisihan antara masyarakat Hindu dengan masyarakat asli
(suku Sasak), dilanjutkan dengan datangnya ekspedisi Belanda tahun 1894
mulai ada campurtangan Belanda, hal ini tidak terlalu berpengaruh
terhadap perkembangan kota Cakranegara.
Masa dari tahun 1900 sampai
1945 (masa kebangkitan Nasional), pada masa ini terjadi dualisme
pemerintahan. Pemerintahan Hindu berpusat di Cakranegara, sedangkan
pemerintahan Belanda berpusat di pertengahan antara Mataram dengan
Ampenan. Belanda mulai mengarahkan usahanya bagi pembangunan ekonomi,
dengan cara dibangunnya beberapa sarana dan prasarana pemerintahan
seperti gedung kantor (kantor assisten residen, kontrolir, distrik),
pasar, perumahan, dan jalan raya.
Pada masa ini sudah mulai
diperhatikan tentang pengembangan wilayah, tidak saja pengembangan dari
segi fisik namun dari segi lainnya seperti : pendidikan , ekonomi, dan
sosial budaya. dengan berkembangnya sistem pendidikan modern pengaruh
kekuatan Eropa mulai menyerap secara berangsur-angsur terutama wilayah
Ampenan, sedikit berpengauh di wilayah Mataram dan Cakranegara. dengan
dibangunnya sebuah HIS, beberapa buah volkschool dan vervolgschool di
tiap-tiap ibukota kedistrikan.
Jika sebelum kekuasaan Belanda
datang di pulau Lombok ini hampir seluruh orang Sasak maupun orang Hindu
menumpu kehidupannya dari hasil pertanian. Pada masa kedudukan Belanda
hubungan dengan dunia luar cukup baik, hal ini terbukti oleh adanya
kedatangan bangsa-bangsa lainnya seperti Cina dan Arab, berdatangan
menginjak ke Pulau Lombok ini melalui pelabuhan Ampenan. Dan akhirnya
di kota Ampenan inilah mulai berkembang pusat perdagangan sebagai
benteng perekonomian bagi bangsa Belanda dan lambat laun mengarah ke
Mataram dan akhirnya ke Cakranegara.
Masa dari tahun 1945 sampai
1959. pada masa ini pergantian kepemimpinan pemerintahan di pulau
Lombok. Untuk Lombok timur oleh Mamiq Padelah, Lombok tengah Lalu
Srinata, dan Lombok barat I Gusti Ngurah berpusat di Cakranegara. pada
tahun 1950, masuk wilayah republik Indonesia dan terbentuknya
pemerintahan daerah tingkat I Nusa Tenggara Barat berpusat di Mataram,
tentang perpindahan ibukota pemerintahan ke wilayah Mataram tidak
dijelaskan secara rinci.
Masa dari tahun 1959 sampai 1965 (daerah
tingkat II Lombok Barat dengan bupati pertama Lalu Anggrat, BA). Pada
masa ini pusat pemerintahan tidak lagi di Cakranegara, melainkan di
Mataram, oleh sebab itu kebijakan pemerintah pada masa ini lebih banyak
mengambil tindakan yang strategis dan mendasar dibidang pemerintahan
untuk kota Mataram khususnya, dan menghapus struktur birokrasi
pemerintahan wilayah kepunggawaan orang Bali, (kepunggawaan Cakranegara)
diganti dengan kedistrikan Cakranegara yang tidak lagi khusus membawahi
seluruh permukiman masyarakat Hindu-Bali. Kedudukan kedistrikan
Cakranegara disamakan dengan kedistrikan lainnya yang mempunyai satu
wilayah pemerintahan berdasarkan teritorial.
Masa dari tahun 1965
sampai 1972 (daerah tingkat II Lombok Barat dengan bupati kedua Drs.
Sa`id). Pada masa ini sistem pemerintahan kedistrikan yang di bentuk
oleh Lalu Angrat, BA dihapus karena mempunyai nuansa “negara di dalam
negara” dan diganti dengan pemerintahan Kecamatan.
Sejak dari tahun
1972 sampai sekarang, kota Cakranegara yang dahulunya merupakan ibukota
pemerintahan terbesar di pulau ini, kini berubah menjadi sebuah kota
kecamatan, di bawah kodya Mataram. Hal ini sedikit berpengaruh terhadap
penentuan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan
wilayahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar