Sabtu, 07 Mei 2016

SEKILAS TENTANG MAS PAKEL UKIR KATENG LOMBOK





Orang orang muslim sasak mula-mula dibawa oleh raja Bali (era Kerajaan Karangasem) dari daratan Lombok. Waktu itu Lombok memang berada dibawah pendudukan kerajaan Karangasem. Secara historis, keinginan untuk penguasaan Bali atas Lombok sebenarnya terjadi jauh sebelum kerajaan Karangasem, yakni sudah terjadi di sekitar abad 16 oleh kerajaan Gelgel era kepemimpinan Watu Renggong. Waktu itu Watu Renggong (pasca runtuhnya Majapahit oleh Demak) berhasil menguasai Blambangan (1512 M),dan menyerang Kerajaan Lombok (1520 M). dan Gelgel gagal untuk melaksanakan niatnya untuk menguasai Lombok waktu itu. Tujuan Waturenggong kala itu memang untuk membendung pengaruh Islam Demak memasuki Bali. Logika Waturenggong ini dapat dipahami sebab kala itu Bali memang menjadi tempat pelarian orang-orang yang pintar dan kuat-kuat akidah kehinduannya. Era keruntuhan Mojopahit memang pangeran-pangeran yang tak mau masuk Islam lari ke Bali. Sebagian ada juga yang lari ke gunung Bromo yang kala itu rombongan dipimpinan Pangeran Seger dan istrinya Roro Anteng. anak keturunan mereka pun akhirnya disebut suku Tengger

Lombok memang menjadi target strategis penguasaan Watu Renggong (berkuasa sejak 1460-1550 M) untuk menghadang Islam Demak, sebab Lombok kala itu sudah terpengaruh Islam. Artinya, Islam sudah masuk dan menyebar ke wilayah itu. Kedatangan Islam ke Lombok terjadi sekitar tahun 1505 M ketika zaman Sunan Dalem putranya Sunan Giri Kedaton berkuasa di Gersik (1505-1545 M) . Islam masuk dari arah utara dan timur, lantas untuk mengefektifkan pengaruh, wilayah penyebaran sengaja dibagi dua sesuai dengan dua tokoh utama pelaku penyebaran, yakni: Raden Mas pengging dan Raden Mas Prapen alias Sunan Mas Ratu Pratikel (hidup tahun 1548-1605). Raden Mas Prapen tidak lain adalah buyut dari Sunan Giri (hidup tahun 1487-1506), sehingga dia sering disebut sebagai Sunan Giri ke IV. Sedangkan Raden Mas Pengging tidak lain adalah Ki Kebo Kenongo yang lahir di Pengging tahun 1472 M. Raden Mas Pengging ini menjadi murid Syekh Siti Jenar. Melalui misi kedua orang itulah akhirnya Lombok menjadi penganut Islam.

Wilayah Lombok muslim inilah yang diserang oleh Gelgel pimpinan Waturenggong pada tahun 1520 M namun penyerangan itu dapat digagalkan,dan kegagalan tersebut membuat Gegel Waturenggong membuat taktik lain yaitu mengirim Danghiyang Niratha Atau Pedanda Sakti Wawu Rawuh menemui Sri Aji Kerahengan di Mataram Lombok  Gelgel juga mengirim rakyatnya untuk membuka lahan pertanian di sekitar Mataram yang nantinya daerah tersebut berkembang pesat dan berdirilah dua buah kerajaan di tempat tersebut yaitu Kerajaan Pegesangan dan Pagutan ( tahun 1622 M ). Kerajaan Gelgel pasca Watu Renggong ”berantakan” sendiri terutama akibat konflik internal. Banyak wilayah akhirnya mendeklarasikan sebagai kerajaan sendiri, serta menempatkan Gelgel hanya sebagai pusat kultural belaka. Dengan rontoknya kekuatan Gelgel, Lombok tentu telepas pula dari ancaman Gelgel Klungkung. Namun, pada perkembangan waktu Karangasem berhasil menaklukkan dan meluaskan kerajaannya ke Lombok tahun 1692 M dengan membelotnya Patih Pejanggik Arya Banjar Getas memberontak terhadap kekuasaan Pejanggik.

Sebelum Karangasem melebarkan kekuasaan ke Lombok, untuk penjajakan raja menjalin lawatan (perkenalan-persahabatan) politik dengan beberapa raja. Di kerajaan Pejanggik Lombok Tengah, raja berkenalan dengan Datu Pejanggik Maspanji Meraja Sakti memiliki anak muda bernama Mas Pakel Ukir. Sebagai tanda perasudaraan, raja Bali mengundang Mas Pakel datang dan tinggal di Bali alias diangkat menjadi keluarga kerajaan Karangasem.

Mas Pakel adalah seorang pemuda gagah, ganteng, dan sangat sopan, sehingga para putri raja bahkan istri raja sangat menyukainya. Akibatnya, keluarga lingkungan kerajaan banyak yang merasa iri atau sakit hati. Mereka lantas membuat fitnah bahwa: Mas Pakel Ukir merusak pagar ayu, merusak istri raja, merusak putri-putri raja, yang mestinya dijaga. Gencarnya profokasi menyebabkan raja termakan oleh cerita ini, sehingga membuat rekayasa untuk menyingkirkan pemuda Pakel. Pakel ditunjuk menjadi panglima, dan seolah dikirim untuk melawan musuh. Namun, di wilayah yang kini ada di kawasan Tohpati Mas Pakel berusaha untuk dibunuh. Mas Pakel Ukir sangat sakti, sehingga tidak bisa mati. Meski demikian, Pakel yang sendirian juga tidak bisa selamat dari pengeroyokan. Konon ia lantas mengambil sikap, ”Saya sekarang tahu bahwa saya direkayasa untuk dibunuh. Kalau mau membunuh saya bawalah saya ke Pantai Ujung”. Proses berikutnya ada tiga versi:Pertama, Di pantai Mas Pakel tetap gagal dibunuh, sehingga akhirnya diusir balik ke Lombok dengan memakai perahu kecil (perahu pancing).

Adapun makam yang ada di dekat Panjai Ujung, Karangasem itu, bukan makam Datu Mas Pakel Ukir (yang dikenal dengan sebutan Sunan Mumbul) tetapi makam Raja Pejanggik yang ditawan Raja Karangasem hingga meninggal. Kedua, ketika patih yang ditugaskan untuk membunuh mengayunkan pedang, Mas Pakel tiba-tiba menghilang dari pandangan dan berlari di atas air. Patih lantas membuat rekayasa untuk lapor pada raja, dengan membunuh seekor anjing dan hatinya diserahkan pada raja sebagai bukti bahwa dia telah menjalankan perintah. Namun, beberapa hari setelah peristiwa itu, tiba-tiba muncul seberkas sinar tempat Mas Pakel Ukir menghilang, dan tanah yang semula rata berubah menjadi gundukan menyerupai kuburan.

Sejak itulah Mas Pakel dijuluki dengan sebutan Sunan Mumbul. Ketiga, Pakel akhirnya memang dibunuh, karena dia telah melepaskan kesaktian. Mayatnya dikubur di Pantai itu. Namun, ketika hendak dibunuh dia mengeluarkan kutukan: ”siapapun yang membunuh, semua keturunannya kalau lewat lokasi ini akan sakit jika tak bisa kencing di sekitar sini”. Perkataan Pakel ini dipercaya menjadi tuah oleh komunitas Hindu setempat. ”Saya kenal I Gede Gusti Putu. Dia nunggu dulu nggak mau lewat kalau belum kencing. Kalau belum kencing ndak berani lewat katanya. Makam yang dipercaya sebagai kuburan Mas Pakel ini kini biasa diziarai terutama pada 15 hari pasca lebaran Iedzul Fitri.

Namun jika kita lihat tentang berita dari Lombok ,bahwa Mas Pakel Ukir tidak dibunuh,namun diberikan sebuah perahu untuk kembali ke Pulau Lombok,dan Patih Kerajaan Karang Asem yang ditugaskan untuk membunuh Mas Pakel Ukir membuat laporan kepada Raja,bahwa Mas Pakel Ukir telah dibunuhnya di Pantai Ujung.Sebagai bukti bahwa Mas Pakel Ukir tidak dibunuh dan kembali ke Lombok yaitu adanya keturunannya yang sampai saat ini masih ada di Lombok yaitu di sekitar wilayah Kateng dan Mangkung.Di Lombok menurut beberapa sumber disebutkan Putri dari Mas Pakel Ukir dinikahkan dengan Putra Maspanji Komala Patria yang melahirkan seorang putra bernama Maspanji Turu ,dan mas Maspanji Turu melahirkan tiga orang putra yang bernama :

1-Denek Laki ( Demung ) Nanggali yang beranak pinak di Kateng
2-Denek Laki ( Demung ) Suwa yang beranak pinak di Mangkung
3-Denek Laki ( Demung ) Paritu yang beranak pinak di Selebung Ketangga

Terkait Mas Pakel dalam konteks sejarah penaklukan Lombok oleh Karangasem, terdapat dua interpretasi sejarah.

Pertama, Pengangkatan Mas Pakel sebagai saudara kerajaan dan dipersilahkan tinggal di Karangasem, sejak awal telah dirancang untuk wahana penjajakan kekuatan: Ingin tahu berapa kekutannya, dan berapa prajuritnya. Jadi dengan adanya Datuk Mas Pakel atau disebut juga Datuk Pemuda Mas diambil sebagai saudara, kerajaan Karangasem bisa leluasa kesana-kemari untuk menyelidiki kekuatan lawan. Setelah mengetahui kekuatan dan kelemahan Lombok, Mas Pakel Ukir yang tidak lagi “dibutuhkan” disingkirkan, sedangkan penaklukan atas Lombok segera dilakukan. Jadi, pengusiran/pembunuhan Pakel dengan alasan ”merusak pagar ayu keraton”, hakekatnya sengaja direncanakan untuk mencari alasan permusuhan alias pengabsah bagi Karangasem untuk melakukan penyerangan terhadap Lombok.

Kedua, kemungkinan lain raja Karangasem memang tidak melakukan rekayasa, tetapi murni ingin membangun persahabatan dengan Lombok termasuk dengan mengangkat saudara Mas Pakel. Tetapi, raja akhirnya termakan fitnah yang dibangun elemen kerajaan yang anti Islam dan anti Mas Pakel . Akibatnya, raja Anak Agung Anglurah Ketut Karangasem benar-benar marah, mengusir/membunuh Mas Pakel, bahkan akhirnya melampiaskan kemarahan dengan melakukan perang penaklukan terhadap Lombok (Selaparang dan Pejanggik).

Lombok akhirnya berhasil ditaklukkan Karangasem (Bali) pada tahun 1692 M, sebagai tanda penaklukan kedua setelah sebelumnya pernah diserang oleh Gelgel era Waturenggong. Banyak hal memberi bukti terkait dengan penaklukkan ini. ”Kampung-kampung di Lombok setelah diduduki Karangasem harus ditambah namanya dengan nama Karang. Makanya kalau ke Lombok nama kampung-kampung (kecuali yang baru) pasti pakai nama Karang. Yang dulu kampung Jangkong menjadi Karang Jangkong. Yang namanya kampong Meranggi menjadi Karang Meranggi. Semua pake Karang, Karang Gentel, hampir seluruhnya”. Selain itu, raja Karangasem juga berusaha mempersaudarakan antara Hindu dan Islam dengan cara mengakulturasi bahasa. Maka diadopsilah bahasa Lombok, Beraye, sementara bahasa Bali yang dibawa adalah Menyame. Maka jadilah Menyame Braye. ”Awalan bahasa Bali pasti Me, kalau tidak berteman. Sementara Beraye adalah bahasa Lombok, dengan awalan Be. Ketika menjadi bahasa Bali misalnya: Paling tiang Bebatur. Hasil akulturasi itu dijadikan satu bahasa Bali dan Lombok. Jadi, awalnya Menyama Braye itu di Puri Karangasem, lantas menyebar ke seluruh Bali”,yang ahli membaca lontar peninggalan generasi lampau.

Selain itu, setelah penaklukan, orang-orang Lombok yang dianggap sakti lantas dibawa raja ke Karangasem dengan maksud agar membantu keraton. “Menurut cerita kakek saya, mereka yang didatangkan kebanyakan orang-orang bertuah. Orang-orang yang artinya mempunyai power, tentu sesuai zaman itu. Kalau menurut saya istilahnya ndak sakti, nabi saja dilempar patah giginya. Kalau menurut saya mereka itu orang-orang yang saya anggap mempunyai power dan keberanian, mempunyai pengaruh, mempunyai kepemimpinan karismatik begitulah. Orang-orang seperti itulah yang dibawa kemari”.

Mereka inilah cikal bakal komunitas-komunitas Muslim Karangasem, yang mayoritas berasal dari Lombok. Orang-orang sakti ini ditempatkan sepasang-sepang (baca: suami istri) dengan: memakai strategi mengelilingi Puri Kanginan sebagai tempat raja. Di sebelah selatan ada Banjar Kodok, di sebelah selatannya lagi kampung Islam Dangin Seme. Di sebelah barat ada desa Hindu, sebelah baratnya lagi Kampung Islam Bangras. Intinya, penempatan dilakukan secara selang-seling Islam-Hindu, mengelilingi puri. ”Itu strategi raja untuk mempersatukan rakyat Karangasem, sekaligus mengamankan puri”, Namun, logika itu juga memberikan arti bahwa puri tampaknya tidak terlalu merasa aman jika hanya dikelilingi rakyat Hindu, serta memerlukan pengawalan dari rakyat yang justru beda agama. Pada kenyataannya memang kalangan Islam dapat dipercaya raja untuk menjadi ”pengawal puri”. Inilah yang menjadi satu sebab kenapa Umat Islam Karangasem dengan Puri menjadi sangat akrab.

Selain Dangin Seme, kampung-kampung kuno Islam lain di Karangasem sejarahnya juga sama. Mereka sengaja ditaruh sepasang-sepasang (baca: kira-kira suami istri), dengan posisi mengelilingi Puri. Posisi mengelilingi puri dibuat dua lapis. Seperti Dangin Seme termasuk lapisan pertama. Lapisan kedua seperti Segar Katon, Ujung Pesisi, Kebulak Kesasak, Bukit Tabuan, dengan formasi juga mengelilingi puri. Lapis kedua bahkan sampai Saren Jawa dan Kecicang.

Adapun muslim yang ditempatkan di Sindu, spesifik untuk menghadang kerajaan Klungkung. Yang ditaruh di Sidemen untuk menghadang dan memata-matai gerak-gerik kerajaan Klungkung. Dengan kata lain, komunitas muslim Sindu –yang jaraknya sekitar 30 km dari Dangin Seme– dulunya memang spesial untuk memata-matai Klungkung.

Selain Shindu ada kampung Islam lain yang kala itu mempunyai posisi super spesial, sehingga nama kampung pun memiliki nama yang mencerminkan posisi dan fungsi yang super spesial. Kamunitas Kampung Karang Tohpati, adalah contohnya. Toh itu artinya mempertaruhkan, sedangkan pati atinya jiwa. “Kala itu kaum Muslim sebenarnya bukan tinggal di Karang Tohpati, tetapi mereka memang tinggal di lokasi Tohpati di wilayah Bebandem di Saren Jawa. Di situlah ada namanya Tohpati, di situlah dulunya dia tinggal, untuk menjaga kalau ada musuh. Di lokasi itu Tohpati mempertaruhkan Jiwa”, “Kasus ini sama dengan orang-orang Subagan yang asalnya dari Sekar Bela. Sekar artinya kembang, bela maknanya membela. Jadi dia suka membela raja sampai namanya wangi seperti kembang karena membela”.

1 komentar:

  1. Kalau memang mas Pakel kembali kelompok, adakah makam beliau miq??

    BalasHapus